Senin, 09 Januari 2012

Groupthink dan Stereotipe dalam film Babel

Film Babel adalah sebuah film yang menceritakan perbedaan karakteristik dari berbagai ras di dunia. Diantaranya ras Amerika serikat, Jepang, Meksiko, dan Maroko. Film ini menggambarkan bagaimana perbedaan cara berkomunikasi, tradisi, maupun kelas social antara keempat bangsa tersebut. Banyak hal yang menarik yang ditemukan dalam film ini. Setiap tokohdigambarkan pada karakter yang sesuai dengan keadaan situasi dan kondisi asal bangsa mereka.

Dalam film ini juga tergambar groupthink serta stereotype dari ras-ras tersebut.  Groupthink adalah sebuah gejala yang mengindikasikan cara berpikir seseorang/kelompok orang yang kohesif untuk selalu sepakat karena kebulatan suara mayoritas dan mengabaikan alternatif-alternatif tindakan yang realitis dan rasional. Sedangkan stereotype adalah sebuah pandangan atau cara pandang terhadap suatu kelompok social dimana cara pandang tersebut lalu digunakan pada setiap anggota kelompok tersebut. Sehingga dalam film kita akan sedikit mengetahui kebiasaan dari ras-ras tersebut secara universal.

Groupthink yang terdapat dalam ras amerika Serikat yang dapat saya dapat dalam film Babel ini yakni lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada orang lain. Hal ini terlihat dari bagaimana rombongan turis yang berlibur di Maroko meninggalkan Brad Pitt dan Istrinya yang tertembak dalam perjalan di bus. Seorang turis memiliki pikiran untuk pergi meninggalkan koban tertembak yang diungsikan ke rumah guide turis tersebut, walaupun Brad Pitt meminta mereka untuk menunggu tetapi tetap saja rombongan turis tersebut meninggalkan Brad Pitt dan istrinya yang terluka. Selain itu pandangan buruk terhadap bangsa arab juga menjadi groupthink. Ketakutan turis Amerika itu akan bangsa arab terlihat bagaimana mereka merasa tertekan saat menunggu Brad Pitt dan istrinya yang tertembak. Groupthink yang lain adalah keinginan pemenuhan kebutuhan yang digambarkan oleh turis Amerika. Begitu marahnya Brad Pitt ketika tahu ambulance yang diminta tidak bisa datang ke tempat istrinya tertembak. Itu merupakan contoh groupthink yang tergambar dari bangsa Amerika Serikat.

 Dalam bangsa Jepang, groupthink yang didapat antara lain pandangan remeh terhadap kaum cacat. Tergambar dari wasit voli yang menunjuk bola voli yang dilakukan oleh gadis tuli dan bisu itu dianggap keluar. Dan teman-teman se-tim voli gadis itu ikut memprotes wasit yang akhirnya gadis itu malah dikeluarkan dari pertandingan tersebut. Persaingan dalam kelompok juga saya anggap sebagai groupthink. Seperti yang terlihat saat teman gadis tuli dan bisu itu mengoloknya karena belum pernah melakukan hubungan seks yang diikuti tawa oleh teman yang lain.selain itu groupthink yang saya dapat dalam film Babel dalam bangsa Jepang adalah dominan membenarkan apa yang mereka lakukan. Misalnya saja saat gadis bisu dan tuli itu tidak menggunakan celana dalamnya untuk menggoda laki-laki hanya ditanggapi dengan tawa oleh teman-temannya. Hal ini berarti teman-teman gadis tersebut membenarkan tindakan gadis tersebut.

Cukup banyak groupthink yang didapat dalam bangsa Meksiko. Diantaranya sikap kekeluargaan yang tinggi. Hal tersebut terlihat dalam pesta pernikahan yang dilakukan wanita meksiko itu. Berkomunikasi dengan suara yang keras menjadi groupthink. Terlihat dalam film bagaimana orang meksiko berkomunikasi tidak terkecuali dengan anak kecil, mereka menggunkan suara yang keras. Yang berikutnya, keadaan kota yang kumuh dalam film menurut saya juga merupakan groupthink. Sutradara menggambarkan kota meksiko dengan keadaan yang kumuh saja. Tidak ditonjolkan keadaan tempat meksiko yang lain. Kedaan masyarakat meksiko yang senang berpesta juga sangat ditonjolkan dalam film ini. Pesta pernikahan anak dari wanita meksiko tersebut dilakukan semalaman sehingga tergambar seklai bahwa masyarakat meksiko senang sekali berpesta. Pandangan sinis terhadap orang amerika juga sangat terlihat dalam film ini. Bagaimana ponakan dari wabita meksiko itu memandang anak-anak amerika yang dibawa oleh wanita itu. Terlihat sekali pandangan sinis atau pandangan “penjajah” terhadap bangsa amerika.

Groupthink yang terdapat dalam bangsa maroko juga cukup banyak. Diantaranya keakraban masyarakat maroko dengan senjata. Terlihat bagaimana anak-anak sudah diperbolehkan memegang senjata sendiri tanpa keahlian maupun diawasi oleh orang tua. Dikatakan sebagai kelompok masyarakat yang miskin. Terlihat gambaran dalam film bagaimana keadaan masyarakatnya baik rumah, lingkungan, maupun orang-orangnya. Rasa ingin tahu yang tinggi juga saya masukan dalam goupthink. Dalam film ini digambarkan bagaimana kakak beradik anak maroko itu ingin tahu bagaimana kerja senjata yang dibeli ayahnya. Seberapa jauh peluru yang bisa ditembakkan hingga mereka mencoba sampai terkena bus yang membawa rombongan turis. Jual beli yang masih menggunkan system barter juga digambarkan dalam film ini. Senjata yang dijual lelaki tua kepada keluarga kakak-beradik ini dibayar dengan uang ditambah seekor kambing sebagai penambah kekurangan penjualan senjata tersebut. Dan berikutnya kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak-anaknya. Terlihat pada saat kakak-beradik bangsa Maroko menggunakan senjata sendiri tanpa diawasi oleh orangtua. Selain itu si adik suka mengintip kakak perempuannya yang sedang mandi.

Selain groupthink, di dalam film Babel ini juga terdapat gambaran mengenai stereotype. Stereotype merupakan gambaran yang diberikan pada sekelompok orang terhadap kelompok masyarakat tertentu.
Stereotype bangsa Amerika yang digambarkan dalam film ini yang saya dapat adalah egois. Egois terlihat bagaimana rombongan turis itu meninggalkan anggota rombongan yang tertembak. Selain itu, kekhawatiran dan ketakutan bangsa Amerika terhadapbangsa Maroko menyebabkan pandangan bahwa bangsa Amerika memang anti terhadap bangsa arab dalam hal ini bangsa Maroko.

Stereotype yang ditemukan pada bangsa Jepang antara lain seks bebas. Di mana anak muda Jepang digambarkan bebas melakukan hal seksual walaupun terbilang masih pelajar dalam film Babel ini. Pandangan gadis masih belum pernah melakukan hubungan seksual dianggap sebagai sebuah kekurangan yang memalukan dikalangan pelajar Jepang. Sehingga hubungan seksual menjadi sebuah hal yang tidak tabu. Selain itu, tekhnologi juga bisa menjadi sebuah stereotype dari bangsa Jepang. Perkembangan tekhnologi yang begitu pesat di Jepang juga digambarkan dalam film ini. Penggunaan tekhnologi yang begitu besar pada masyarakat Jepang menyebabkan stereotype yang timbul dari bangsa Jepang adalah tekhnologi. Kelompok social juga bisa menjadi salah satu sereotipe bangsa Jepang. Hal ini digambarkan dari pergaulan dari masyarakat Jepang yang berkelompok. Hampir semua remaja Jepang memiliki kelompok atau “geng” dalam kehidupan sehari-harinya.

Pada bangsa Meksiko stereotype yang sangat terlihat adalah imigran gelap. Bagaimana polisi perbatasan Amerika dan Meksiko dengan detil memeriksa orang meksiko tersebut dalam film karena memang pada dasarnya bangsa Meksiko terkenal sebagai imigran gelap. Stereotype lain yang ditangkap dalam film Babel ini adalah bangsa Meksiko sebagai penganut Katolik yang aktif. Terlihat berbagai symbol agama Kristen sepanjang Meksiko yang digambarkan dalam film ini. Mulai dari berbaris-baris salib maupun gambar bunda maria yang terdapat di tiap sudut kota Meksiko. Selain itu pribadi dari bangsa Meksiko yang kasar juga dapat menjadi salah satu stereotype dari bangsa Meksiko. Bagaimana lelaki Meksiko yang ada dalam film ini memperagakan cara membunuh ayam dengan cara yang kasar di depan anak-anak. Dan hal itu terbilang tidak wajar dilakukan di depan anak-anak.

Stereotie yang saya temukan dalam bangsa Maroko pada film Babel ini diantaranya pandangan teroris pada warganya. Pandangan dunia pada bangsa Arab sebagai teroris termasuk pada bangsa Maroko. Bagaimana pandangan bangsa Amerika terhadap masyarakat maroko yang begitu dikhawatirkan. Apalagi di saat yang sama telah terjadi penembakan yang mengenai salah satu turis Amerika. Selain itu senjata juga menjadi salah satu stereotype yang saya temukan dalam film Babel ini. Senjata menjadi sebuah barang yang sangat tidak asing dan dapat digunakan oleh semua kalangan termasuk anak-anak. Terlihat juga bagaimana mahirnya seorang anak mengguanakan senjata itu menyebabkan bangsa arab dalam hal ini Maroko sangat akrab dengan senjata. Dan stereotype yang berikutnya adalah adanya wanita bercadar. Gambaran dalam film yang menampilkan wanita bercadar menguatkan bahwa bangsa Arab memang identik dengan wanita bercadar.  

Meninjau Ulang Sistem Pers Indonesia

Pers merupakan salah satu bagian dari kegiatan jurnalistik, dimana pers memiliki peranan penting dalam menyampaikan, menyajikan, memberikan berita, ataupun laporan-laporan kepada khalayak atau masyarakat. Pers memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Menurut UU no. 40 tahun 1999 pers adalah lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakn kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

System pers di Indonesia telah diatur sedemikian rupa didalam UU Indonesia. Dimana pers memang memiliki hak, kewajiban, dan fungsi yang telah diatur sedemikian rupa. Kemerdekaan pers dijamin didalam undang-undang. Walaupun pers memiliki kebebasan untuk menyampaikan berita-berita pers juga tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah ada., kode etik jurnalistik tetap harus dipatuhi. Namun pada kenyataannya pers di Indonesia sering sekali memberikan perberitaan yang berlebihan. Lebih bersifat komersial. Membuat berita yang ekstrim sehingga media mereka lebih dilirik oleh khalayak. Lebih memajukan perusahaannya. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia, banyak pelanggaran yang dilakukan pers walaupun telah ada peraturan yang mengatur.

Hal tersebut menjadi sebuah pro dan kontra tentang fungsi dari pers itu sendiri. Pemberitaan media yang dibuat sedemikian rupa untuk menarik perhatian khalayak akan berita yang didapat menjadikan berita tersebut terkadang menjadi factual. Kebenaran berita menjadi diragukan. Khalayak kemudian menebak-nebak tentang keberadaan berita tersebut yang dapat memberikan bias makna pada berita yang ada. Selayaknya pers memberikan berita yang dapat membantu memberikan informasi kepada khalayak yang actual dan factual. Tidak jarang pemberitaan sebuah berita yang sama terjadi perbedaan dalam isi berita yang diberikan dalam media yang berbeda pula. Kredibilitas media mungkin juga menjadi salah satu factor yang mempengaruhi kualitas pers.

Bukan berarti hal tersebut memnyebabkan kami kontra terhadap pers. Banyak pula hal positif yang didapat dari  pers. Dari fungsi utama pers itu sendiri, khalayak sangat mengandalkan pers dalam mencari ataupun menerima informasi.keberadaan pers juga sangat bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan informasi dari khalayak. Perkembangan yang terjadi di dalam maupun luar negeri juga di dapat dari media, baik cetak maupun elektronik.

Kesimpulannya, yaitu dalam meninjau system pers di Indonesia tinggal bagaimana kita sebagai khalayak menilai apakah fungsi dari per situ sendiri sudah dijalankan dengan benar atau tidak. Terkadang yang menyebabkan citra buruk dari satu profesi ataupun pekerjaan dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan kondisi dengan kepentingan pribadi. Kehadiran oknum pers yang hanya sekedar mencari kepentingan komersil dalam pekerjaannya akan sangat memberikan bias makna dalam pemberitaan yang dibuatnya. Berbeda dengan pekerja pers yang bekerja dengan benar-benar mencari informasi yang bermanfaat bagi khalayak akan selalu mematuhi peraturan maupun kode etik dari jurnalistik tersebut.

Minggu, 01 Januari 2012

SISTEM PENYIARAN INDONESIA


Penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik dengan kelebihan dan keunggulan yang dapat mengatasi ruang dan waktu dalam bentuk dengar atau audio danpandangdengaratauaudio visual serta grafis dan teks harus mampu melaksanakan peranan aktif dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila. Di Negara Indonesia system penyiaran telah diatur dalam UU. UU sebagai landasan pengaturan dan pembinaan penyelenggaraan penyiaran untuk menjamin ketertiban dan kepastian hokum dan ditaatinya kodeetik siaran.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan public sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik public dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan public artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam- macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll.Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content ( prinsip keberagaman isi ) dan Diversity of Ownership ( prinsip keberagaman kepemilikan ).

Undang-undan gpenyiaran yang akhirnya lahir pada 2002 memuat pasal-pasal yang mendorong terjadinya demokratisasi penyiaran. Pertama- tama, UU memperkenalkan gagasan tentang adanya sebuah lembaga pengatur penyiaranin dependen, Komisi Penyiaran Indonesia. KPI, menurut UU, dipilih dan bertanggungjawab kepada DPR dan keanggotaannya berasal dari mereka yang diharapkan tidak mewakili kepentingan industry penyiaran, pemerintah, ataupun partai politik. Mengikuti kompromi- kompromi politik yang berlangsung selama proses pembuatannya, UU juga tidak meniadakan samasekali peran pemerintah. Dalam berbagai bagiannya, UU menetapkan bahwa peraturan-peraturan lebih lanjut harus disusun oleh KPI bersama pemerintah yang mencerminkan semangat “win-won solution”. Begitu juga dalam hal perizinan, KPI tidak dibiarkan menatanya sendirian. UU menetapkan keputusan akhir dalam hal perizinan ditentukan bersama oleh KPI dan pemerintah. Adalah jelas bahwa UU penyiaran 2002 menetapkan bahwa peran pemerintah tetap ada, namun dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dalam tujuan agar menjaga jangan KPI menjadi pemegang kekuasaan mutlak.

Kedua, system penyiaran televisi tidak lagi berpusat di Jakarta. UU penyiaran mengusung gagasan desentralisasi penyiaran televisi, dimana tidak lagi dikenal adanya stasiun televise nasional yang mampu menjangkau penonton diseluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta. Dalam system baru ini, tidak lagi ada stasiun televise nasional melainkan system jaringan televise secara nasional. Beradasarkan UU ini, stasiun-stasiun televise lokal diluar Jakarta dapat berdiri, baik sebagai stasiun independen atau menjadi bagian dari jaringan stasiun televisi nasional. Pemodal Jakarta tetap dapat mendirikan stasiun-stasiun televisi local diseluruh Indonesia, namun mereka tidak otomatis memperoleh izin penyiaran disebuah daerah yang harus diperebutkan secara terbuka, termasuk dengan pemodal local.

Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui prose’s terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa Orde Baru stasiun televise dapat memperoleh izin dari parapemegang kekuasaan melalui prose’s tertutup, menurut UU 2002, izin baru dapat diperoleh melalui prose’s terbuka yang melibatkan publik. Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerinah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kedua lembaga tersebut ditarik keluar dari jajaran Departemen Penerangan dan tidak berada dibawah kekuasaan Presiden.TVRI dan RRI diharapkan menjadi media yang independen dan netral yang melulu menempatkan kepentingan public diatas segalanya.

Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas (LPK).Sebagimana tertuang dalam UU tersebut, LPK adalah lembaga penyiaran yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dengan demikian, UU penyiaran 2002 memang seperti member jaminan bagi demokratisasi penyiaran.