Minggu, 01 Januari 2012

SISTEM PENYIARAN INDONESIA


Penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik dengan kelebihan dan keunggulan yang dapat mengatasi ruang dan waktu dalam bentuk dengar atau audio danpandangdengaratauaudio visual serta grafis dan teks harus mampu melaksanakan peranan aktif dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila. Di Negara Indonesia system penyiaran telah diatur dalam UU. UU sebagai landasan pengaturan dan pembinaan penyelenggaraan penyiaran untuk menjamin ketertiban dan kepastian hokum dan ditaatinya kodeetik siaran.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan public sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik public dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan public artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam- macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll.Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content ( prinsip keberagaman isi ) dan Diversity of Ownership ( prinsip keberagaman kepemilikan ).

Undang-undan gpenyiaran yang akhirnya lahir pada 2002 memuat pasal-pasal yang mendorong terjadinya demokratisasi penyiaran. Pertama- tama, UU memperkenalkan gagasan tentang adanya sebuah lembaga pengatur penyiaranin dependen, Komisi Penyiaran Indonesia. KPI, menurut UU, dipilih dan bertanggungjawab kepada DPR dan keanggotaannya berasal dari mereka yang diharapkan tidak mewakili kepentingan industry penyiaran, pemerintah, ataupun partai politik. Mengikuti kompromi- kompromi politik yang berlangsung selama proses pembuatannya, UU juga tidak meniadakan samasekali peran pemerintah. Dalam berbagai bagiannya, UU menetapkan bahwa peraturan-peraturan lebih lanjut harus disusun oleh KPI bersama pemerintah yang mencerminkan semangat “win-won solution”. Begitu juga dalam hal perizinan, KPI tidak dibiarkan menatanya sendirian. UU menetapkan keputusan akhir dalam hal perizinan ditentukan bersama oleh KPI dan pemerintah. Adalah jelas bahwa UU penyiaran 2002 menetapkan bahwa peran pemerintah tetap ada, namun dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dalam tujuan agar menjaga jangan KPI menjadi pemegang kekuasaan mutlak.

Kedua, system penyiaran televisi tidak lagi berpusat di Jakarta. UU penyiaran mengusung gagasan desentralisasi penyiaran televisi, dimana tidak lagi dikenal adanya stasiun televise nasional yang mampu menjangkau penonton diseluruh Indonesia secara langsung dari Jakarta. Dalam system baru ini, tidak lagi ada stasiun televise nasional melainkan system jaringan televise secara nasional. Beradasarkan UU ini, stasiun-stasiun televise lokal diluar Jakarta dapat berdiri, baik sebagai stasiun independen atau menjadi bagian dari jaringan stasiun televisi nasional. Pemodal Jakarta tetap dapat mendirikan stasiun-stasiun televisi local diseluruh Indonesia, namun mereka tidak otomatis memperoleh izin penyiaran disebuah daerah yang harus diperebutkan secara terbuka, termasuk dengan pemodal local.

Ketiga, izin penyiaran diberikan melalui prose’s terbuka dan melibatkan publik. Bila dimasa Orde Baru stasiun televise dapat memperoleh izin dari parapemegang kekuasaan melalui prose’s tertutup, menurut UU 2002, izin baru dapat diperoleh melalui prose’s terbuka yang melibatkan publik. Keempat, TVRI dan RRI yang semula adalah lembaga penyiaran pemerinah diubah statusnya menjadi lembaga penyiaran publik. Kedua lembaga tersebut ditarik keluar dari jajaran Departemen Penerangan dan tidak berada dibawah kekuasaan Presiden.TVRI dan RRI diharapkan menjadi media yang independen dan netral yang melulu menempatkan kepentingan public diatas segalanya.

Kelima, UU penyiaran memperkenalkan kehadiran lembaga penyiaran komunitas (LPK).Sebagimana tertuang dalam UU tersebut, LPK adalah lembaga penyiaran yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dengan demikian, UU penyiaran 2002 memang seperti member jaminan bagi demokratisasi penyiaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar